Saat letusan Gunung Krakatau ternyata ada kisah nyata dari kapal uap Belanda yang sedang melewati Selat Sunda dan dekat dengan Gunung Krakatau. Kapal yang dinahkodai oleh Kapten T. H. Lindemann bahkan menantang datangnya gelombang tsunami dengan mengarahkan kapal uap tersebut masuk pada puncak gelombang tsunami yang diperkirakan ketinggiannya mencapai 30 meter!
![]() |
Kapal Uap De Brow yang Terhempas Gelombang tsunami jauh daratan. |
Kisah ini bersumber dari sebuah film dokumenter yang berjudul The Last Days. Film yang mengisahkan tentang sejarah tragedi erupsi dahsyat Gunung Krakatau pada tahun 1883 tersebut mengisahkan tentang kondisi tragis saat sebelum terjadinya letusan sampai menceritakan bagaimana kondisi saat setelah terjadinya letusan Gunung Krakatau.
Puncak Letusan Krakatau terjadi pada 26-27 Agustus 1883, tetapi beberapa bulan sebelumnya gunung ini telah beberapa kali mengalami erupsi awal.
Salah satu figur yang dikisahkan dalam film tersebut adalah tentang Kapten Kapal T. H. Lindermann yang selamat dan menjadi saksi mata atas peristiwa dahsyat tersebut.
Kisah perjuangan Kapten T. H. Lindemann bersama enam orang kru di kapal Belanda, Governeur Generaal Loudon selamat dari ‘kiamat kecil’ dampak letusan dahsyat Gunung Krakatau jadi salah satu yang menarik.
Beruntung, kapal berhasil kembali perairan dengan agak mulus dan berlayar menuju Anyer. Saat itu, kesaksian Kapten T. H. Lindemann bersama kru, tak ada lagi pemukiman yang mereka lihat kecuali lautan lepas.
Pasca letusan besar pertama Gunung Krakatau pada Minggu, 26 Agustus 1883, Kapten T. H. Lindemann berniat untuk mencari tahu kondisi yang sebenarnya terjadi.
Hal yang membuat Linderman penasaran atas apa yang terjadi pada erupsi awal Gunung Krakatau. Sekilas, yang paling kentara ialah, langit menjadi hitam pekat tak lama setelah ledakan keras terjadi. Bahkan, dikisahkan di laman vansandick.com, tangan yang berada di depan mata sendiri saja sampai tak terlihat. Saking gelapnya. Selain itu, dari kejauhan, Gunung Krakatau juga diselimuti asap.
Rasa penasaran Kapten T. H. Lindemann semakin menjadi seiring berjalannya waktu. Makin malam, letusan terus terjadi dengan intensitas yang kian memburuk dan membuat gendang telinga warga di sekitar jarak 40 km pecah, saking kerasnya letusan. Di sekitar Gunung Krakatau, cahaya merah tampak menyelimuti langit akibat erupsi.
Keesokan harinya, Senin 27 Agustus 1883 sekitar pukul 6 pagi, Kapten T. H. Lindemann mendapati langit tak segelap kemarin, namun, matahari masih tak muncul karena diselimuti abu vulkanik. Berbagai batuan keras juga mulai menyerang rumah-rumah warga di sekitar. Tak lama, angin kencang disertai guncangan kembali terjadi. Bahkan, beberapa rumah di sekitar roboh karenanya.
Sekitar jam 7 pagi, Kapten T. H. Lindemann yang tengah berjaga-jaga di pantai di sekitaran Telok Betong (sekarang menjadi Telukbetung, Kota Bandar Lampung), dari kejauhan melihat seperti ada ombak cukup tinggi, seperti gunung air. Ombak tersebut kemudian menghantam wilayah pesisir dan diyakini mampu memusnahkan apapun yang ada. Sadar wilayahnya juga terancam, ia bersama enam kru kapal pun berlayar menggunakan kapal Governeur Generaal Loudon menuju Anjer (Anyer) di seberang pulau.
Saat dalam perjalanan itulah, tiba-tiba gelombang tsunami setinggi 30 meter akibat letusan reruntuhan Gunung Krakatau ke lautan mendekat dengan kecepatan tinggi. Dalam keadaan terdesak namun masih cukup waktu untuk berpikir, Kapten T. H. Lindemann memutuskan untuk melawan tsunami. Ia memerintahkan agar kapal berlayar mendekat ke arah datangnya tsunami, bukan menjauh.
Walaupun sempat hampir terbalik dan membuat seluruh penumpang mabuk, kapal akhirnya berhasil masuk ke dalam pusaran gelombang dan berlayar dengan kecepatan penuh di ujung gelombang yang berada di ketinggian. Saat itu, kapal sebetulnya belum benar-benar bisa dibilang selamat. Dari ketinggian sekitar 30 meter, kapal bisa saja terhempas ke perairan dengan keras dan hancur berkeping.
Beruntung, kapal berhasil kembali perairan dengan agak mulus dan berlayar menuju Anyer. Saat itu, kesaksian Kapten T. H. Lindemann bersama kru, tak ada lagi pemukiman yang mereka lihat kecuali lautan lepas.
“Kapal melaju dengan sudut tinggi melewati puncak gelombang dan menuruni sisi lainnya. Gelombang terus berlanjut menuju darat dan awak yang lumpuh menyaksikan laut dalam satu gerakan menyapu kota. Di sana, di mana beberapa detik sebelumnya telah terbentang Kota Telok Betong, tidak ada yang tersisa kecuali laut lepas,” bunyi kesaksian Kapten T. H. Lindemann.
Sumber : Film Dokumenter, The Last Days, Sutradara : Sam Miller.