Salah satu hewan liar hutan Sumatra yang sangat dilindungi adalah Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae). Harimau Sumatra merupakan kucing besar yang tinggal di habitat aslinya di pulau Sumatra yang adalah satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini.
Asal harimau Sumatra berasal dari keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai Miacids yang hidup pada akhir zaman Cretaceous pada kisaran masa 70-65 juta tahun lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat seperti yang ditulis Andrew Kitchener dalam bukunya; “The Natural History of Wild Cats”.
Harimau ini kemudian menyebar ke kawasan timur Asia, yaitu ke China dan Siberia sebelum berpecah dua. Kemudian berdiaspora lagi ke kawasan Asia Tengah barat dan barat daya. Seterusnya ke Asia Tenggara yang selanjutnya ke Indonesia dan akhirnya ke Pulau Sumatra, Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Harimau termasuk langka dan masuk klasifikasi satwa kritis yang hampir punah. Harimau termasuk dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi harimau Sumatra berdasarkan data tahun 2004 yang dilansir wwf.or.idjumlah populasi Harimau Sumatera di alam bebas hanya sekitar 400 individu saja.
Saudara dari Harimau Sumatra seperti Harimau Bali telah lebih dahulu dinyatakan punah sejak tahun 1940-an. Demikian juga dengan Harimau Jawa dinyatakan punah tak terlihat lagi sejak tahun 1980-an. Pada akhir tahun 1970an, diyakini populasi Harimau Sumatra berkisar sekitar 1.000 ekor, kemudian menurun lagi menjadi sekitar 400-500an ekor pada awal 1990-an.
Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2007 perkiraan jumlah populasi Harimau Sumatra dari delapan kawasan yang telah diidentifikasi dari 18 kawasan yang ada hanya tersisa sekitar 250-an ekor saja. Ini tentu sangat memprihatinkan dan mengkhatirkan, karena Harimau Sumatra adalah kucing besar terakhir yang masih ada.
Oleh karena itu kita perlu mendukung gerakan dalam pertemuan tanggal 23 November 2010 di St. Petersburg, Rusia dalam pertemuan yang disebut sebagai The St. Petersburg Declaration on Tiger Conservation dalam upaya pelestarian Harimau di dunia dengan penetapan 29 Juli sebagai Perayaan Hari Harimau Internasional.
Pertemuan itu menyepakati untuk upaya bersama dunia untuk meningkatkan populasi Harimau menjadi dua kali lipat di tahun 2022. Pertemuan itu juga menyepakati bahwa predator Raja Hutan adalah indikator penting ekosistem yang sehat. Rusaknya ekosistem tidak hanya berdampak pada kepunahan harimau, tetapi juga hilangnya keanekaragaman hayati.
Kondisi ancaman kepunahan harimau Sumatra karena akibat kucing besar ini mulai kehilangan habitat aslinya karena tingginya tingkat pembalakan hutan Sumatra untuk berbagai perkebunan, pemukiman dan proyek industry. Harimau juga sangat dicara pemburu untuk perdagangan ilegal yang menjual berbagai organ tubuh harimau dengan harga tinggi di pasar illegal untuk berbagai keperluan, seperti obat-obatan tradisional, dekorasi, jimat, perhiasan dan sebagainya.
Data tentang perburuan harimau dipublis dari hasil survei Profauna Indonesia yang didukung oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober 2008. Selama 4 bulan tersebut Profauna mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatra dan Jakarta. Dari hasil survey tersebut ditemukan dari 21 kota yang dikunjungi Profauna, 10 kota diantaranya ditemukan adanya perdagangan bagian tubuh harimau (48%). Bagian tubuh itu berupa kulit, kumis, cakar, ataupun opsetan utuh.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat dalam usaha konservasi Hutan Tropis Sumatra melalui program Tropical Forest Conservation Action for Sumatra (TFCA-Sumatera) mendorong penguatan dukungan dan keterlibatan secara aktif masyarakat, pemerintah dan juga swasta agar harimau tetap terjaga keberadaannya di alam. Kegiatan ini juga di dukung oleh Yayasan KEHATI beserta mitra yang bekerja di lapangan mengidentifikasi paling tidak ada lima hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai target peningkatan populasi Harimau Sumatra.
Photograger : Azzahra R.
TheIndonesiaAdventure.com Team Writter
Tag. : harimau, harimau sumatra, kucing besar, raja hutan, populasi harimau, kepunahan harimau, harimau langka, perburuan harimau, konservasi harimau, kondisi harimau sumatra, hewan liar, hutan, hutan sumatra, alam, hutan sumatra
Asal harimau Sumatra berasal dari keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai Miacids yang hidup pada akhir zaman Cretaceous pada kisaran masa 70-65 juta tahun lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat seperti yang ditulis Andrew Kitchener dalam bukunya; “The Natural History of Wild Cats”.
Harimau ini kemudian menyebar ke kawasan timur Asia, yaitu ke China dan Siberia sebelum berpecah dua. Kemudian berdiaspora lagi ke kawasan Asia Tengah barat dan barat daya. Seterusnya ke Asia Tenggara yang selanjutnya ke Indonesia dan akhirnya ke Pulau Sumatra, Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Ilustrasi Harimau Sumatra |
Ilustrasi Harimau Sumatra |
Saudara dari Harimau Sumatra seperti Harimau Bali telah lebih dahulu dinyatakan punah sejak tahun 1940-an. Demikian juga dengan Harimau Jawa dinyatakan punah tak terlihat lagi sejak tahun 1980-an. Pada akhir tahun 1970an, diyakini populasi Harimau Sumatra berkisar sekitar 1.000 ekor, kemudian menurun lagi menjadi sekitar 400-500an ekor pada awal 1990-an.
Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2007 perkiraan jumlah populasi Harimau Sumatra dari delapan kawasan yang telah diidentifikasi dari 18 kawasan yang ada hanya tersisa sekitar 250-an ekor saja. Ini tentu sangat memprihatinkan dan mengkhatirkan, karena Harimau Sumatra adalah kucing besar terakhir yang masih ada.
Oleh karena itu kita perlu mendukung gerakan dalam pertemuan tanggal 23 November 2010 di St. Petersburg, Rusia dalam pertemuan yang disebut sebagai The St. Petersburg Declaration on Tiger Conservation dalam upaya pelestarian Harimau di dunia dengan penetapan 29 Juli sebagai Perayaan Hari Harimau Internasional.
Pertemuan itu menyepakati untuk upaya bersama dunia untuk meningkatkan populasi Harimau menjadi dua kali lipat di tahun 2022. Pertemuan itu juga menyepakati bahwa predator Raja Hutan adalah indikator penting ekosistem yang sehat. Rusaknya ekosistem tidak hanya berdampak pada kepunahan harimau, tetapi juga hilangnya keanekaragaman hayati.
Kondisi ancaman kepunahan harimau Sumatra karena akibat kucing besar ini mulai kehilangan habitat aslinya karena tingginya tingkat pembalakan hutan Sumatra untuk berbagai perkebunan, pemukiman dan proyek industry. Harimau juga sangat dicara pemburu untuk perdagangan ilegal yang menjual berbagai organ tubuh harimau dengan harga tinggi di pasar illegal untuk berbagai keperluan, seperti obat-obatan tradisional, dekorasi, jimat, perhiasan dan sebagainya.
Data tentang perburuan harimau dipublis dari hasil survei Profauna Indonesia yang didukung oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober 2008. Selama 4 bulan tersebut Profauna mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatra dan Jakarta. Dari hasil survey tersebut ditemukan dari 21 kota yang dikunjungi Profauna, 10 kota diantaranya ditemukan adanya perdagangan bagian tubuh harimau (48%). Bagian tubuh itu berupa kulit, kumis, cakar, ataupun opsetan utuh.
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat dalam usaha konservasi Hutan Tropis Sumatra melalui program Tropical Forest Conservation Action for Sumatra (TFCA-Sumatera) mendorong penguatan dukungan dan keterlibatan secara aktif masyarakat, pemerintah dan juga swasta agar harimau tetap terjaga keberadaannya di alam. Kegiatan ini juga di dukung oleh Yayasan KEHATI beserta mitra yang bekerja di lapangan mengidentifikasi paling tidak ada lima hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai target peningkatan populasi Harimau Sumatra.
Photograger : Azzahra R.
TheIndonesiaAdventure.com Team Writter
Tag. : harimau, harimau sumatra, kucing besar, raja hutan, populasi harimau, kepunahan harimau, harimau langka, perburuan harimau, konservasi harimau, kondisi harimau sumatra, hewan liar, hutan, hutan sumatra, alam, hutan sumatra